Makalah Rhodamin-B


BAB I
PENDAHULUAN
 
A.     Latar Belakang
Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia. dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992).
Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. Meski begitu, konsumen harus berhati-hati. Pasalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kerap menemukan produk makanan yang menggunakan pewarna tekstil.
Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna merah.
Kadang-kadang pengusaha yang nakal menggunakan pewarna bukan makanan (non food grade) untuk memberikan warna pada makanan. Demi mengeruk keuntungan, mereka menggunakan pewarna tekstil untuk makanan. Ada yang menggunakan Rhodamin B pewarna tekstil untuk mewarnai terasi, kerupuk dan minuman sirup. Padahal, penggunaan pewarna jenis itu dilarang keras, karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit-penyakit lainnya. Pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi penggunaannya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek.
Beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang telah melarang penggunaan pewarna sintetis seperti pewarna tartrazine.Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten. Meski begitu, pewarna sintetis masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Alasannya, harga pewarna sintetis jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Selain itu, pewarna sintetis memiliki tingkat
stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan.
Berbeda dengan pewarna sintetis, pewarna alami malah mudah mengalami pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Sebenarnya, pewarna alami tidak bebas dari masalah. Menurut Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dari segi kehalalan, pewarna alami justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi. Lantaran pewarna natural tidak stabil selama penyimpanan, maka untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, sering digunakan bahan pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya, dan kondisi lingkungan.
Bahan pewarna yang memberikan warna merah diekstrak dari sejenis tanaman. Supaya pewarna tersebut stabil maka digunakan gelatin sebagai bahan pelapis melalui sistem mikroenkapsulasi. Pewarna ini sering digunakan pada industri daging dan ikan kaleng. LPPOM MUI menyatakan penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat (tak jelas kehalalannya).
Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan bahan tambahan seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal.
B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan pewarna makanan?
2.      Apa saja jenis-jenis pewarna makanan?
3.      Apa yang dimaksud dengan rhodamin-B?
4.      Apa bahaya pemakaian rhodamin-B pada makanan?
C.     Tujuan makalah
     Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.      Pengertian pewarna makanan;
2.      Jenis-jenis pewarna makanan;
3.      Pengertian rhodamin-B;
4.      Bahaya pemakaian rhodamin-B pada makanan;
D.    Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep ilmu pengetahuan. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.   Penulis, sebagai alat penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang konsep ilmu pengetahuan.
2.   Pembaca/guru, sebagai media informasi tentang konsep ilmu pengetahuan baik secara teoritis maupun secara praktis.
E.     Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriftif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang akan dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca berbagai literatur yang relevan baik dari buku maupun internet. Data tersebut diolah dengan teknis analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikannya dalam konsep ilmu pengetahuan.
 


BAB II
PEMBAHASAN
F.     Tinjauan Pustaka

1.1  Pengertian Pewarna Makanan

Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki tampilan makanan. Secara garis besar, pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetis. Selain itu, khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade). Ironisnya, di Indonesia terutama industri kecil dan industri rumah tangga makanan masih banyak menggunakan pewarna nonmakanan-pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil.
Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada makanan.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan pewarna buatan.
1.2  Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain :
1.      Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
2.      Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
3.    Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel.
4.    Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
1.3  Pewarna Buatan
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001).
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
·         Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
·         Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
·         Warna biru : biru berlian
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran  warna  dan  pasta.  Digunakan untuk mewarnai minuman  berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Tabel 1.3.1 Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kemudahannya larut dalam air.

Pewarna Sintesis
Warna
Mudah larut di air
Nomor
Rhodamin B
Merah
Tidak
2.
Methanil Yellow
Kuning
Tidak
3.
Malachite Green
Hijau
Tidak
4.
Sunset Yelow
Kuning
Ya
5.
Tatrazine
Kuning
Ya
6.
Brilliant Blue
Biru
Ya
7.
Carmoisine
Merah
Ya
8.
Erythrosine
Merah
Ya
9.
Fast Red E
Merah
Ya
10.
Amaranth
Merah
Ya
11.
Indigo Carmine
Biru
Ya
12.
Ponceau 4R
Merah
Ya

Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan (Anonim, 2008).
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hal akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang tidak boleh ada.
Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
Tabel 1.3.2  perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
Nomor
Pembeda
Zat pewarna sintesis
Zat Pewarna Alami
1.
Warna yang dihasilkan
Lebih cerah 
Lebih homogeny
Lebih pudar 
Tidak homogen
2.
Variasi warna
Banyak
Sedikit
3.
Harga
Lebih murah
Lebih mahal
4.
Ketersediaan
Tidak terbatas
Terbatas
5.
Kestabilan
Stabil
Kurang stabil







 B. Pembahasan

     Dewasa ini keamanan penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan masih dipertanyakan di kalangan konsumen. Sebenarnya konsumen tidak perlu khawatir karena semua badan pengawas obat dan makanan di dunia secara kontinyu memantau dan mengatur zat pewarna agar tetap aman dikonsumsi. Jika ditemukan adanya potensi risiko terhadap kesehatan, badan pengawas obat dan makanan akan mengevaluasi pewarna tersebut dan menyebarkan informasinya ke seluruh dunia. Pewarna yang terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker, akan dilarang digunakan. Di Indonesia tugas ini diemban oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baik zat pewarna sintetis maupun alami yang digunakan dalam industri makanan harus memenuhi standar nasional dan internasional. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker (Lee 2005).
2.1  Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan dipanel alanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B sering diselahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,makanan ringan,es-es dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta kosmetik dengan tujuan menarik perhatian konsumen.
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan (Anonimus 2006).
Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan.
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006).
Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah satu diantaranya oleh zat pewarna untuk tekstil.



Tanda-tanda Makanan yang Mengandung Rhodamine B adalah sebagai berikut:
·         Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk larutan / minuman    merah berpendar atau berfotoluminesensi.
·         Warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat digoreng atau direbus).
·         Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk, es puter).
Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan Rhodamin B, yaitu biasanya makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang atau mencolok warnanya dan memiliki rasa agak pahit.
Disamping itu, apabila kita ingin melakukan pewarnaan makanan yang murah namun dengan tidak melibatkan zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan, kita dapat menggunakan daun suji (untuk pewarna hijau), daun jambu atau daun jati (warna merah), dan kunyit (untuk pewarna kuning).
Namun pada kenyataannya,kewaspadaan dari diri individu masimg-masing dalam memilih makanan tidaklah cukup. Pengawasan dari pemerintah setempat untuk mengawasi perdagangan serta keluar-masuknya bahan kimia juga sangat diperlukan.
“Untuk mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan, rencana badan POM kedepan,akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Makanan di Indonesia (National Center Food Safety Alert and Respons). Tak kalah penting, badan POM perlu meningktkan koordinasi lintas sektor tentang pengelolaan dan pengamanan bahan kimia.”Sampurno-Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan.

2.2  Bahaya Rhodamin B Pada Makanan
Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna makanan merah terang mencolok. Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu merah terang mencolok.
a. Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :
1.  Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
2.  Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan,  udem pada kelopak mata.
4.  Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda dan dapat terjadi pada saluran pencernaan.
b. Tanda-tanda dan gejala kronis yang terpapar pada rhodamin B
1. Dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf
2. Mempunyai efek racun yang berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi  memicu organ kanker serta mengakibatkan gangguan  fungsi hati.
                                                          


BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna merah.
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan dipanel alanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Tanda-tanda Makanan yang Mengandung Rhodamine B adalah sebagai berikut:
·         Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk larutan / minuman    merah berpendar atau berfotoluminesensi.
·         Warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat digoreng atau direbus).
·         Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk, es puter).
3.2 Saran
Hindari mengkonsumsi makanan yang mengandung zat pewarna Rhodamin-B, karena dapat menyebabkan kanker, fungsi hati, kulit, mata, dan saluran pencernaan.



DAFTAR PUSTAKA

Moehji. 1992. Pengertian makanan. Jakarta.
Cahyadi.2006. Pewarna sintesis atau pewarna buatan.
Yuliarti. 2007. Penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan.
Seto.2001. ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan.
Anonimus. 2008. Kelebihan zat pewarna sintesis dibandingkan dengan pewarna alami . Republika Kamis 26 Januari 2008. http://www.republika.co.id/online_detail.asp?=229881&kat_id=23.
Winarno FG. 1995. Zat pewarna. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Anonimus. 2006. Rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman di Makassar. Republika Kamis 5 Januari 2006. http://www.republika.co.id/online_detail.asp?=229881&kat_id=23. [30 September 2006].
Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.
Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal dalam pewarna rhodamine B dan auramine secara spektrofotometri: Suatu penelitian pendahuluan. http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1999a.htm. [30 September 2006 ]
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persamaan Nernst

buku memo,.